Kamis, 10 November 2011

Khutbah Jum’at – 20090116

Setiap orang yang hidup di bumi ini pasti mendambakan kehidupan yg damai, bahagia, dan sejahtera. Tidak ada seorangpun yg menghendaki adanya kegelisahan, kesusahan ataupun ketidaktenangan yg dapat mengganggu ketentraman hidupnya.
Masing-masing orang mempunyai cara yg berbeda dalam mencapai ketenangan dan kebahagiaan dalam hidupnya. Definisi kebahagiaan pun berbeda-beda tiap orang. Ada yg berpendapat bahagia dapat dicapai dengan tumpukan barang mewah dan mahal. Ada yg berpendapat pangkat dan kedudukan yg tinggi adalah tahap orang bahagia. Ada juga yg berusaha memenuhi kebutuhan jasmani yg enak dan menyenangkan.
Semua hal di atas sifatnya semu.
Lantas, bagaimana kebahagiaan yg semestinya diperoleh seorang muslim?
Sudah jelas, bahwa kebahagiaan yg hendak dicapai oleh seorang muslim hendaklah kebahagiaan yg sesuai dengan tuntunan agama, yakni mendekatkan diri kepada ALLOH SWT. ALLOH SWT adalah yg sesungguhnya sumber ketenangan yg hakiki, sebagaimana firman Al Qur’an berikut,“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,” (Al Fath(48):4)
Bagaimana caranya mendekatkan diri kepada ALLOH SWT? Mudah saja, ikuti petunjuk-Nya, melalui Al Qur’an dan Nabi Muhammad SAW.
“Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Al Maidah(5):16)

contoh Khutbah Jum’at

Khutbah Jum’at – 20090123

Sebagai orang tua, hendaknya kita mesti mampu berkomunikasi dengan baik dan benar dengan anak-anaknya. Hal ini dikarenakan, banyak kasus kenakalan remaja terjadi karena tidak adanya komunikasi yg harmonis antara anak dan orang tua.
Untuk itu, orang tua mesti mengerti benar apa yg dimaksud dengan Qaulan Sadida(kata-kata yg benar). Yang dimaksud dengan kata2 yg benar di sini adalah sebagaimana tertulis di Al Qur’an sebagai berikut:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (An Nisaa’(4):9)
dan
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlahperkataan yang benar,” (Al Ahzab(33):70)
Maksud dari kata-kata yang benar pada ayat2 di atas adalah tidak mengucapkan kalimat yg tidak baik, seperti berbohong, janji yg tidak pasti, kata2 kotor, porno, canda yg keterlaluan, ancaman, menakut-nakuti, dan lainnya.
Sebenarnya tidak hanya orang tua yg dilarang melakukan hal di atas, tapi dalam kasus ini orang tua menjadi subject dikarenakan jika orang tua tidak berkata-kata dengan benar, maka wibawanya akan turun di mata anak2nya. Walhasil, anak2nya tidak hormat dan efek ke depannya, si orang tua akan menyesal sementara si anak menjadi tidak benar.
Agar kata-kata yg benar tersebut efektif, maka diperlukan juga cara penyampaian dan waktu penyampaian yg tepat.
Semoga kita semua bisa menjadi orang tua yg baik. Aamiin.

contoh Khutbah Jum’at

Khutbah Jum’at – 20090130

ALLOH SWT mempunyai sifat qudrat dan iradat. Dia mempunyai kehendak dan kekuasaan untuk mewujudkan kehendak-Nya, salah satunya adalah dengan menciptakan manusia.
Manusia pertama, Nabi Adam AS diciptakan dan disayangi oleh ALLOH SWT. Ketika Nabi Adam AS beru diciptakan, ALLOH SWT memberi petunjuk dan ilmu,“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!” (Al Baqarah(2):31).
Selanjutnya, saat Nabi Adam AS dan Siti Hawa khilaf sehingga mereka berbuat dosa, ALLOH SWT memaafkan kesalahan beliau dan tetap memberi petunjuk sebagai kasih sayang-Nya pada manusia,“Kami berfirman: “Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.(Al Baqarah(2):38).
Ternyata, kasih sayang ALLOH SWT tidak pernah berhenti diberikan kepada manusia.
Pertama, ALLOH SWT memberikan surga kepada orang baik, nikmat yg tidak putus2nya. Padahal amala kita sangat terbatas, hanya bisa sesuai kemampuan (dan kemauan) kita saja serta terbatas pada umur yg sangat pendek.
  • “Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).”(Al Baqarah(2):40)
  • “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”(Al Baqarah(2):151)
Kedua, ALLOH SWT mau mengampuni orang-orang yg bertobat.
  • “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (Al Baqarah(2):37)
  • “Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertobatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima tobatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”(Al Baqarah(2):54)
  • “Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”(Al Baqarah(2):128)
  • “kecuali mereka yang telah tobat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima tobatnya dan Akulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”(Al Baqarah(2):160)
  • “dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.”(Hud(11):3)
  • “Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.”(Hud(11):90)
Ketiga, ALLOH SWT memberi kemudahan bagi manusia dalam beribadah sesuai dengan kemampuan.
  • “Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.”(Al Mu’min(40):65)
  • “Laksanakan segala apa yang diwajibkan Allah, niscaya kamu menjadi orang yang paling bertakwa.” (HR. Ath-Thabrani)
  • “Laksanakan ibadah sesuai kemampuanmu. Jangan membiasakan ibadah lalu meninggalkannya.” (HR. Ad-Dailami)
  • “Amal (kebaikan) yang disukai Allah ialah yang langgeng meskipun sedikit.”(HR. Bukhari)
  • “Allah Azza Wajalla berfirman (hadits Qudsi): “Hai anak Adam, luangkan waktu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan dan Aku menghindarkan kamu dari kemelaratan. Kalau tidak, Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan kerja dan Aku tidak menghindarkan kamu dari kemelaratan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

contoh Khutbah Jum’at

Khutbah Jum’at – 20090206

Kita sering mendengar pernyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki etos kerja yg rendah. Karena kaum muslim adalah mayoritas di Indonesia, maka tidak salah jika ada pernyataan bahwa itu berarti kaum muslim di Indonesia beretos kerja rendah. Hal ini jelas menyakitkan, karena Islam sendiri mengajarkan umatnya untuk menjadi umat yg rajin bekerja.
Pengemis di Indonesia pada dasarnya tidak selalu berangkat dari kemiskinan, melainkan kemalasan! Islam sendiri, walau membolehkan umatnya untuk mengemis, namun tetap menyatakan bahwa kerja adalah hal terbaik bagi kaum muslim, walau hasilnya masih belum mencukupi!
Etos kerja yg rendah ini berakibat kaum muslim terpinggirkan, terutama dalam bidang ekonomi. Pemilik aset yg cukup besar rata2 dipegang oleh orang non muslim, sementara kaum muslim malah menjadi pekerja dan orang yg ‘membuat’ mereka kian kaya.
Etos kerja terdiri dari kata etos yg berarti watak, dan kerja yg berarti berproduksi.
Kerja tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga mengandung makna ibadah seorang hamba ALLOH SWT agar mereka juga sukses di akhirat kelak. Oleh karenanya, kerja mesti dijadikan/dilandaskan dengan niat ibadah, sehingga bisa meraih dunia dan akhirat.
Seorang muslim hendaknya menempuhh 3 tahapan berikut agar prestasi kerja meningkat dan kerjanya bernilai ibadah.
Pertama, kerja keras dengan ukuran meraih semua kesempatan, tanpa melewatkan sedikitpun. Kedua, kerja cerdas. Berbeda dengan kerja keras, kerja cerdas itu berarti kaum muslim mesti tahu trik untuk mengerjakan pekerjaan yg banyak namun dengan tenaga seringan mungkin. Ketiga, ikhlas. Ikhlas di sini bermakna bekerja dengan tetap berpegang pada tuntunan agama.
Ayat yg berkaitan dengan bekerja adalah sebagai berikut,“Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”. (At Taubah(9):105)
Di samping 3 poin di atas, hendaknya kaum muslim yg bekerja tidak melupakan konsep IHSAN, yakni kesempurnaan pekerjaan. ALLOH SWT berfirman,”Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah.” (As Sajdah(32):7)
Konsep lain yg mesti diperhatikan adalah ITQAN, yakni bersungguh-sungguh dan teliti dalam bekerja, sehingga diperoleh hasil akhir yg rapi, indah, tertib.
lanjut

Khutbah Jum’at – 20090213

Islam melarang keras adanya kesaksian palsu, bahkan menyatakan bahwa perbuatan ini setara dengan menyekutukan ALLOH SWT. Mari perhatikan hadits berikut,“Rasululloh SAW berkhutbah di hadapan orang-orang dan beliau bersabda,”Hai manusia bahwa dosa kesaksian palsu setara dengan dosa syirik”, lalu Beliau membacakan ayat ALLOH SWT,”maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.”(Al Hajj(22):30)”
Hadits di atas memperlihatkan kesetaraan perkataan dusta (kesaksian palsu) dengan berhala2 (simbol kemusyrikan dalam menyekutukan ALLOH SWT). Ini artinya orang yg berdusta telah memunkiri ke-Maha Tahu-an ALLOH SWT.
Kita juga dilarang untuk menyembunyikan kesaksian, karena menyembunyikann kesaksian dapat membuat orang lain terdzalimi, karena tiada ada saksi yg memberikan kesaksian untuk membelanya. ALLOH SWT berfirman,“dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Baqarah(2):283)
Oleh karenanya, untuk menghindari terjadinya peristiwa pemalsuan kesaksian, Islam telah memberikan tuntunan kepada kita selaku umatnya mengenai syarat-syarat seorang saksi. Termasuk diantaranya kebiasaan orang yang akan bersaksi harus dijadikan pertimbangan. Jika dia suka berdusta dalam kehidupan kesehariannya, maka kesaksiannya haruslah dikaji lagi lebih mendalam.

Khutbah Jum’at – 20090220

Seorang muslim dituntut untuk berbuat ihsan dalam kehidupan. Ihsan mempunyai arti baik dan/atau berbuat baik. Dengan demikian, seorang muslim hendaknya mengisi hari2nya di dunia dengan banyak berbuat kebaikan.
Ada beberapa bentuk ihsan yang bisa dilakukan oleh seorang muslim.
Pertama, memberikan nikmat atau sesuatu yang disenangi kepada orang lain. Pemberian ini dipandang sebagai tolok ukur kesempurnaan iman seorang muslim.
Kedua, berbuat baik dan menyebarkan kebaikan. Sikap ini lahir karena pelakunya menyadari perbuatan itu baikk dan diperintahkan agama agar dilakukan. Sikap ihsan lahir karena didukung pengetahuan seseorang tentang kebaikan. Semakin banyak pengetahuan seseorang, maka ia harus semakin menjadi lebih baik. “Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (Al Baqarah(2):110) “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al Baqarah(2):148)
Ketiga, berbuat baik karena menyadari perbuatan itu dibalas oleh ALLOH SWT dengan yg lebih baik, di dunia dan akhirat. Perbuatan baik seseorang tidak akan disia-siakan ALLOH SWT, meskipun sedikit jumlahnya. “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (An Nisa(4):40)
Keempat, melakukan pekerjaan melebihi dari yang diwajibkan dengan tidak melanggar aturan, dan mengambil hak, kurang dari yg telah ditentukan. Bukan sebaliknya, melakukan pekerjaan kurang dari yg telah diwajibkan, sementara haknya ingin lebih besar dari yg pernah ditentukan/disepakati. Jadi, orang yg ihsan tidak pernah mengambil yg bukan haknya.
Dalam ibadah, ihsan diwujudkan dengan tidak hanya melaksanakan ibadah wajib, tetapi juga ibadah sunnah. Ihsan dalam ibadah tercapai jika pelaksanaannya memenuhi rukun, syarat, dengan yg terbaik dan ikhlas kepada ALLOH SWT. Ihsan diwujudkan pula dengan menghayati hakekat ibadah ketika pelaksanaannya dan sesudahnya.
Sementara, dalam kehidupan sehari-hari, ihsan diwujudkan dengan berusaha, melakukan yang terbaik dan menjadi yang terbaikk dalamm setiap aktifitas dengan tidak mengabaikan keterbatasan yang dia miliki.

Khutbah Jum’at – 20090227

Setiap orang tua mengharapkan anak-anaknya menjadi anak yg saleh. Untuk itu, mesti diperhatikan 2 kunci berikut, pertama, bermula dari diri sendiri sebagai orang tua. Sebagai orang tua, kita harus menunjukkan contoh yg baik sehingga bisa menjadi suri tauladan bagi anak-anak kita.
Kedua, pendidikan dimulai sejak anak masih berada dalam kandungan ibunya. Nabi Muhammad SAW senantiasa mengajarkan agar kita selalu meminta perlindungan kepada ALLOH SWT apabila menggauli istri (berhubungan suami istri), jika tidak, maka setan akan mendahului untuk mencampakkan benihnya dalam rahim isteri kita. Tidak heran jika anak-anak yg dilahirkan adalah anak-anak yg kasar tabiatnya.
Saat istri mengandung, pendidikan sudah bisa dilakukan. “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (As Sajdah(32):9)
Dari ayat di atas, terlihat bahwa ALLOH SWT menganugerahkan pendengaran pertama kali pada calon manusia tersebut. Disusul dengan penglihatan dan akal pikiran. Maka perdengarkanlah suara-suara yg membuat mereka tenang, terutama ayat-ayat Al Qur’an. Jangan perdengarkan kepada mereka kata2 kotor dan kata2 sesat yg akan membuat mereka menjadi pribadi2 berkepribadian kasar.
Anak-anak bisa diumpamakan seperti kain putih, dan orang tua adalah pihak yg mewarnainya. Sabda Rasululloh SAW,“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci bersih. Maka orang tuanyalah yg menjadikannya Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi” (HR Imam Hakim)
Untuk itu, sebagai orang tua mestilah mendidik anak2 mereka dengan pendidikan yg Islami, jangan campurkan/ajarkan pendidikan Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi.
Beberapa hal yg mesti diajarkan kepada anak adalah bisa membaca dan memahami Al Qur’an dengan baik. Jangan biarkan anak-anak tidak bisa membaca Al Qur’an dan tidak mengetahui tanggung jawabnya sebagai orang Islam (muslim). Apabila seorang anak tidak bisa membaca, apalagi memahami Al Qur’an, maka dipastikan orang tua tersebut telah gagal melaksanakan tugasnya, terutama dalam membentuk anak saleh.